Esok, Sidang Perdana Kematian Gabriel, RSUP Kandou Malalayang Diseret Ke Meja Hijau

SiteSulut.com-Masih ingat dengan kematian Gabriel Sinelayan yang sempat viral di Rumah Sakit Umum Prof Kandou (RSUP) Malalayang waktu lalu?

Peristiwa yang sempat menghebohkan warga Sulawesi Utara ini akhirnya bermuara di meja hijau dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Malalayang, yang adalah rumah sakit rujukan tertinggi di Sulawesi Utara.

Gugatan ini diajukan oleh orang tua korban, Novry Liendhert Sineleyan dan Jelly Jeane Lumintang, melalui Tim Hukum AAB & Partners yang diketuai Alfianus A. Boham, S.H.

Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Manado, sidang perdana kasus ini dijadwalkan akan digelar pada Rabu, 12 November 2025, pukul 10:00 WITA. Seluruh pihak terkait dijadwalkan hadir dalam persidangan awal tersebut.

Keluarga menuntut pertanggung-jawaban hukum dan moral atas kematian anak mereka akibat keterlambatan tindakan medis, dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp2,5 miliar,” ujar Advokat Alfian Boham, Selasa (11/11/2025), dikutip Komentar.id.

Dalam gugatan tersebut diuraikan bahwa Gabriel dirujuk ke RSUP Prof. Kandou pada 14 April 2025 oleh dokter bedah saraf dari RS Siloam Manado untuk menjalani operasi otak lanjutan (revisi kraniotomi).

Namun, sejak hari pertama rujukan itu, keluarga pasien sudah mendapat informasi dari pihak rumah sakit bahwa alat bor bedah tengkorak (craniotome drill) yang diperlukan untuk operasi dalam keadaan rusak.
Anehnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Sulawesi Utara beberapa minggu kemudian, pihak RSUP Prof. Kandou sendiri mengakui bahwa alat tersebut baru rusak pada awal Mei 2025 — bukan pada pertengahan April seperti alasan yang diberikan kepada keluarga.

Artinya, pada 14 April 2025 alat itu masih berfungsi, tapi rumah sakit justru tidak menggunakannya untuk menyelamatkan nyawa Gabriel.

Ini bukan sekadar lalai, tapi kelalaian yang disertai kesadaran penuh — bentuk kesengajaan pasif (dolus eventualis),” tegas Adv. Alfianus Boham, kuasa hukum keluarga korban.
Menunggu Hingga Kritis Tanpa Kepastian

Selama hampir dua bulan setelah dirujuk, keluarga korban terus meminta kepastian tindakan operasi, sementara kondisi Gabriel semakin menurun. Namun pihak rumah sakit terus menunda dengan alasan alat rusak dan ruang ICU penuh.

Padahal, menurut tim hukum, RSUP Prof. Kandou sebagai rumah sakit rujukan nasional seharusnya mampu memperbaiki, meminjam, atau merujuk pasien ke rumah sakit lain, bukan membiarkan pasien dalam kondisi kritis tanpa tindakan.

Baru setelah kasus ini menjadi viral di media sosial, pihak rumah sakit memperbaiki alat dan menyediakan ruang ICU — tetapi semuanya sudah terlambat. Gabriel menghembuskan napas terakhir setelah berhari-hari koma tanpa tindakan bedah yang seharusnya menyelamatkannya.
Tuntutan Hukum dan Moral
Dalam petitum gugatannya, keluarga korban menuntut agar RSUP Prof. Kandou:
Dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata.

Dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta untuk kerugian materiil dan Rp2 miliar untuk kerugian immateriil.

Diperintahkan menyampaikan permohonan maaf terbuka di media lokal dan nasional selama beberapa hari berturut-turut.
Selain RSUP Prof. Kandou, gugatan ini juga menyeret Direktur Utama RSUP, Kepala Instalasi Bedah Saraf, Kepala ICU, dan Kementerian Kesehatan RI selaku pembina rumah sakit vertikal, sebagai turut tergugat.

“Viral Dulu, Baru Bertindak”

Kasus ini menjadi sorotan tajam publik karena memperlihatkan wajah buram pelayanan kesehatan publik di Sulawesi Utara.

“Nyawa manusia tidak boleh menunggu viral untuk diselamatkan. Ketika alat masih berfungsi tapi pasien dibiarkan, itu bukan kelalaian — itu pengabaian yang tak bermoral,” tegas Adv. Boham dengan nada tajam.

Sidang perdana dijadwalkan
akan digelar pada Rabu, 12 November 2025., pukul : 09.00 WITA di ruang utama PN Manado, dan diperkirakan akan menjadi salah satu persidangan paling disorot publik di akhir tahun ini.

Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUP Prof. Kandou dan Kementerian Kesehatan belum memberikan tanggapan resmi.(vil/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *